KH Mustafa M Bong
Dakwah Bagaikan Air
Apakah esensi dakwah? Menurut Ustadz Mustafa Muhammad Bong (37), dakwah itu
adalah menebar rahmat kepada sekalian manusia. ''Rahmat itu ibarat air.
Ketergantungan bumi dan seluruh makhluk terhadap air adalah mutlak. Semua
makhluk hidup memerlukan air. Maka, semua manusia memerlukan rahmat yang
merupakan esensi dakwah,'' ungkap Ustadz Mustafa Muhammad Bong dalam
perbincangan dengan di warung sate kambing depan Taman Makam
Pahlawan Kalibata, Jakarta, pekan silam.
Muballigh dan tokoh Muslim Tionghoa asal Bangka Belitung itu merupakan salah
satu di antara sedikit dai keturunan di Indonesia. Mustafa Bong mulai berdakwah
sejak tahun 1990. ''Saya fokus dakwah selama ini dari akar rumput, yaitu
ceramah-ceramah dan khutbah Jumat sejak 1990. Tapi saya lebih intens khutbah
Jumat,'' tutur pria yang selalu semangat kalau bicara soal dakwah Islam.
Dalam waktu hampir 20 tahun, Mustafa Bong telah keliling hampir seluruh
Indonesia. Fokus dakwahnya terutama pada masalah tauhid. Mengapa? ''Sebab
akidah adalah benteng sekaligus pembeda antara seorang Muslim dan kafir,''
papar Ketua Umum Yayasan Pendidikan Islam Nusanntara itu.
Pendiri Pembangunan Pesantren Tionghoa-Melayu Provinsi Bangka-Belitung itu
terdorong untuk berdakwah, sebab menurutnya, dakwah merupakan kewajiban setiap
Muslim. Tujuannya untuk memberikan arahan dan pencerahan kepada umat manusia
agar mereka kembali kepada ajaran yang ditetapkan oleh Allah SWT, yakni
digariskan dalam Alquran dan sunah Rasul.
''Kewajiban dakwah tidak hanya ditujukan kepada komunitas Muslim tertentu,
suku, atau etnis tertentu,'' katanya. Ia mengutip hadis Nabi, ''Sampaikanlah
olehmu apa yang kamu dapat dari aku, walaupun hanya satu ayat.''
Menurut lelaki yang saat ini tengah berusaha merampungkan pendidikan S-1 di
Universitas Bhayangkara itu, dewasa ini bangsa Indonesia sering ditimpa
musibah, karena kita tidak kembali ke Alquran dan sunah. ''Padahal Allah
memerintahkan kita agar senantiasa berusaha kembali ke Alquran dan sunah
Rasul,'' tandas lelaki yang secara garis keturunan masih terbilang keturunan
Bong Sui Ho (Raden Rahmat, salah satu wali penyebar Islam di masa lampau)
Sejak kecil, Mustafa Bong yang memiliki nama asli Bong Fui Hung, sudah dididik
dengan ajaran Islam. Lulus SMP, ia mondok berbagai pesantren di Banten dan
Bandung. Mungkin, Ustadz Mustafa Bong satu-satunya ustadz yang menolak amplop
pemberian jamaah. ''Sejak merintis dakwah tahun 1990 sampai saat ini, saya tak
pernah mau menerima amplop pemberian jamaah, dan saya berdoa kepada Allah,
semoga saya bisa tetap konsisten,'' tutur salah satu tokoh DPP Front Pembela
Islam (FPI) itu. Hal itu tidak mudah. Godaannya besar. ''Kalau satu hari saya
mengisi lima kali ceramah, dan tiap kali ceramah dapat amplop Rp 500 ribu, maka
jumlahnya paling sedikit Rp 2,5 juta. Ini jumlah yang menggiurkan,'' ungkapnya.
Lalu, bagaimana kiatnya untuk tetap setia pada komitmen tersebut? ''Agar bisa
tetap menolak amplop, saya harus mapan secara ekonomi. Karena itu, saya
mengembangkan usaha-usaha bisnis,'' kata komisaris utama PT Insan Makmur
Mandiri, yang bergerak di bidang usaha pertambangan emas di Bangka Belitung.
Mustafa Bong mengaku hidup ini terasa indah kalau kita senantiasa berusaha
dekat kepada Allah. ''Allah itu dekat dengan kita. Masalahnya kita dekat dengan
Allah atau tidak. Allah membuka pintu lima kali sehari, tapi kita tidak mau
masuk,'' tegasnya.
Mustafa Muhammad Bong
Nama asli: Bong Fui Hung
Tempat tanggal lahir: Bangka Belitung, 29 Mei 1971
Organisasi: DPP Front Pembela Islam (FPI) dan Ketua Umum Pendidikan Islam
Nusantara Rahmatan lil-alamin
Pendidikan: tengah menyelesaikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara
Dakwah Bagaikan Air
Apakah esensi dakwah? Menurut Ustadz Mustafa Muhammad Bong (37), dakwah itu
adalah menebar rahmat kepada sekalian manusia. ''Rahmat itu ibarat air.
Ketergantungan bumi dan seluruh makhluk terhadap air adalah mutlak. Semua
makhluk hidup memerlukan air. Maka, semua manusia memerlukan rahmat yang
merupakan esensi dakwah,'' ungkap Ustadz Mustafa Muhammad Bong dalam
perbincangan dengan di warung sate kambing depan Taman Makam
Pahlawan Kalibata, Jakarta, pekan silam.
Muballigh dan tokoh Muslim Tionghoa asal Bangka Belitung itu merupakan salah
satu di antara sedikit dai keturunan di Indonesia. Mustafa Bong mulai berdakwah
sejak tahun 1990. ''Saya fokus dakwah selama ini dari akar rumput, yaitu
ceramah-ceramah dan khutbah Jumat sejak 1990. Tapi saya lebih intens khutbah
Jumat,'' tutur pria yang selalu semangat kalau bicara soal dakwah Islam.
Dalam waktu hampir 20 tahun, Mustafa Bong telah keliling hampir seluruh
Indonesia. Fokus dakwahnya terutama pada masalah tauhid. Mengapa? ''Sebab
akidah adalah benteng sekaligus pembeda antara seorang Muslim dan kafir,''
papar Ketua Umum Yayasan Pendidikan Islam Nusanntara itu.
Pendiri Pembangunan Pesantren Tionghoa-Melayu Provinsi Bangka-Belitung itu
terdorong untuk berdakwah, sebab menurutnya, dakwah merupakan kewajiban setiap
Muslim. Tujuannya untuk memberikan arahan dan pencerahan kepada umat manusia
agar mereka kembali kepada ajaran yang ditetapkan oleh Allah SWT, yakni
digariskan dalam Alquran dan sunah Rasul.
''Kewajiban dakwah tidak hanya ditujukan kepada komunitas Muslim tertentu,
suku, atau etnis tertentu,'' katanya. Ia mengutip hadis Nabi, ''Sampaikanlah
olehmu apa yang kamu dapat dari aku, walaupun hanya satu ayat.''
Menurut lelaki yang saat ini tengah berusaha merampungkan pendidikan S-1 di
Universitas Bhayangkara itu, dewasa ini bangsa Indonesia sering ditimpa
musibah, karena kita tidak kembali ke Alquran dan sunah. ''Padahal Allah
memerintahkan kita agar senantiasa berusaha kembali ke Alquran dan sunah
Rasul,'' tandas lelaki yang secara garis keturunan masih terbilang keturunan
Bong Sui Ho (Raden Rahmat, salah satu wali penyebar Islam di masa lampau)
Sejak kecil, Mustafa Bong yang memiliki nama asli Bong Fui Hung, sudah dididik
dengan ajaran Islam. Lulus SMP, ia mondok berbagai pesantren di Banten dan
Bandung. Mungkin, Ustadz Mustafa Bong satu-satunya ustadz yang menolak amplop
pemberian jamaah. ''Sejak merintis dakwah tahun 1990 sampai saat ini, saya tak
pernah mau menerima amplop pemberian jamaah, dan saya berdoa kepada Allah,
semoga saya bisa tetap konsisten,'' tutur salah satu tokoh DPP Front Pembela
Islam (FPI) itu. Hal itu tidak mudah. Godaannya besar. ''Kalau satu hari saya
mengisi lima kali ceramah, dan tiap kali ceramah dapat amplop Rp 500 ribu, maka
jumlahnya paling sedikit Rp 2,5 juta. Ini jumlah yang menggiurkan,'' ungkapnya.
Lalu, bagaimana kiatnya untuk tetap setia pada komitmen tersebut? ''Agar bisa
tetap menolak amplop, saya harus mapan secara ekonomi. Karena itu, saya
mengembangkan usaha-usaha bisnis,'' kata komisaris utama PT Insan Makmur
Mandiri, yang bergerak di bidang usaha pertambangan emas di Bangka Belitung.
Mustafa Bong mengaku hidup ini terasa indah kalau kita senantiasa berusaha
dekat kepada Allah. ''Allah itu dekat dengan kita. Masalahnya kita dekat dengan
Allah atau tidak. Allah membuka pintu lima kali sehari, tapi kita tidak mau
masuk,'' tegasnya.
Mustafa Muhammad Bong
Nama asli: Bong Fui Hung
Tempat tanggal lahir: Bangka Belitung, 29 Mei 1971
Organisasi: DPP Front Pembela Islam (FPI) dan Ketua Umum Pendidikan Islam
Nusantara Rahmatan lil-alamin
Pendidikan: tengah menyelesaikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar