Jumat, 13 Februari 2009

Ketika Akar Rumput PPP "Curhat"

Keinginan menjadi seorang pemimpin di sebuah desa, niscaya akan terwujud jika didukung oleh seluruh rakyat, namun di Indramayu, kondisinya berbeda. Meski mendapat dukungan mayoritas, sang calon dengan mudah dijegal oleh aparat pemerintah setempat.

Hal tersebut dialami oleh calon kepala desa di sebuah desa di Indramayu, sebut saja Suparno. Suparno yang terjun ke dunia politik di desa kecil itu, berkisah pernah berniat mencalonkan diri menjadi kepala desa setempat (kuwu), namun karena kiprah politiknya selalu tak sejalan dengan sang penguasa daerah, maka saat pendaftaran calon pun dirinya dijegal.

"Karena beda paham politiknya, saat akan mendaftar kuwu malah tidak diperbolehkan oleh panitia dari kecamatan dengan alasan syarat tidak mendukung," ujar Suparno, Jumat (13/2/2009).

Dirinya yang berbeda paham politik sejak kepemimpinan Bupati H Ope Mustopa, selalu menjadi alat politik bagi lawan-lawan politik di Kota Mangga ini, di mana saat memasuki era tahun 2000-an sang pemimpin baru yang membawa perubahan signifikan tersebut, membuat masyarakat telena.

"Saya memang melihat saat itu ada perubahan signifikan, tetapi masyarakat jadinya terlena karena hal itu," ujar Suparno.

Tapi hal itu harus dibayar jika setiap menjelang pemilu. Para pegawai, baik PNS maupun perangkat desa di lingkungan Kabupaten Indramayu, dengan mudah ditekan-tekan agar memilih partai yang sang bupati.

"Kecenderungan ini terlihat ketika pemilu 2004, di mana saya yang mempunyai basis masa Islam dari PPP, diminta oleh kuwu (kades) pada waktu itu agar mencoblos Golkar. Bukan tidak mungkin kalau ajakan sang kades tersebut disuruh oleh Bupatinya," ungkap Suparno.

Suparno melihat, Kota Mangga kini menjadi kota yang berpaham Kuning, karena Golkar begitu mendominasi. Terlebih saat Pilgub Jabar tahun 2008 lalu. Indramayu menjadi kota dengan perolehan suara Golkar terbesar yakni 73%.

"Pilgub Jabar kemarin, penekanan tersebut terlhat ketika para guru-guru dan PNS lainnya dikumpulkan melalui suatu acara yang bersifat arahan dari Bupati dilakukan di beberapa tempat, bahkan hinggga kini kegiatan semacam itu masih berlangsung," ungkap Suparno seraya menambahkan, jika seluruh aparatur pemerintah tidak mengikuti aturan sang Bupati maka akan ditegur atau bahkan dipindahtugaskan.

"Banyak para PNS yang dimutasi akibat tidak mendukung kebijakan bupati, atau bahkan tidak sejalan dengan payung parpolnya, maka akan dimutasi," ujarnya. Sehingga dirinya melihat sejak memasuki era reformasi, Kota Mangga kini menjadi Kota yang tidak jelas dinamika politiknya karena banyak intrik dan perkembangan politik yang tidak sehat.

"Saya sudah lama hidup dan bahkan lahir di Indramayu, tetapi untuk masalah hak politik biarkan rakyat yang memilih, tanpa harus ada intimidasi dari pemerintah daerah," ungkap Suparno.

Suparno juga menanggapi adanya iklan partai Golkar di Indramayu yang kontroversial. Menurut dia masyarakat Indramayu tidak lah bodoh dan gampang ditakut-takuti dengan dalih agama.

"Delengen bae ko gah, rayat kang nilai mah, politik kuh ora usah dipaksa mas (Lihat saja nanti, biarkan rakyat yang menilai, kalau urusan politik jangan dipaksa-paksa)," tandas Suparno semangat.

1 komentar:

David Pangemanan mengatakan...

MENGGUGAT PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT

Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
Statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK); adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat. Dan nekatnya hakim bejat ini menyesatkan masyarakat konsumen Indonesia ini tentu berdasarkan asumsi bahwa masyarakat akan "trimo" terhadap putusan tersebut.
Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan saja. Masyarakat konsumen yang sangat dirugikan mestinya mengajukan "Perlawanan Pihak Ketiga" untuk menelanjangi kebusukan peradilan ini.
Siapa yang akan mulai??

David
HP. (0274)9345675